Jumat, 23 Oktober 2015

Tulisan 10 - ( Kredit Macet )



Abdul Latief Jadi Tersangka Kredit Macet Lativi


Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus kredit macet Rp328 miliar yang dikucurkan oleh Bank Mandiri pada PT Lativi Media Karya, yaitu Komisaris Lativi Media Karya, Abdul Latief dan Mantan Direktur Utama PT Lativi Media Karya Usman Ja'far yang kini Gubernur Kalimantan Barat.


Penetapannya sejak dua hari lalu, kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Hendarman Supandji di Jakarta, Kamis (1/06).
Penetapan dua nama itu sebagai tersangka melengkapi daftar tersangka yang telah ada, yaitu Dirut Lativi Hasyim Sumijana yang ditetapkan sebagai tersangka sejak pertengahan tahun 2005 namun terhadap ketiganya belum dilakukan penahanan.

Abdul Latief yang pernah menjabat Menteri Tenaga Kerja itu sebelumnya pernah diperiksa di Kejaksan Agung pada 2 dan 14 Februari 2006 sementara Usman Djafar yang menjadi Dirut Lativi tahun 2000 hingga 2003 itu pernah diperiksa pada 27 dan 30 Januari lalu.

Abdul Latief dan Usman Djafar disebut terlibat dalam kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp454 miliar itu terkait posisi keduanya yang mengetahui pengajuan kredit usaha PT Lativi ke Bank Mandiri. Disinggung mengenai calon tersangka dari pihak Bank Mandiri untuk kasus kredit macet PT Lativi, Hendarman mengatakan pihaknya masih melakukan pengkajian namun dalam kasus itu, Harus ada yang mengucurkan dan ada yang menerima.

Hendarman mengatakan, tersangka Abdul Latief dijadwalkan diperiksa penyidik Gedung Bundar untuk kasus kredit macet PT Lativi yang diketuai I Ketut Murtika Senin pekan depan (5/6).  
Sementara untuk tersangka Usman Djafar, menurut JAM Pidsus, pemeriksaannya sebagai tersangka masih dalam proses permohonan ijin terkait statusnya sebagai pejabat Kepala Daerah. Hari ini saya tandatangani untuk diajukan ke Jaksa Agung untuk nantinya dimohonkan ke Presiden, kata Hendarman.

Sementara itu di tempat terpisah Program Manajer Informasi Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan bahwa izin pemeriksaan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari Presiden merupakan menghambat proses pemberantasan korupsi. Harus ada terobosan agar izin presiden tidak menjadi hambatan pemeriksaan kepala daerah dan wakilnya, Adnan ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Rabu (1/06). 
Terobosan bisa dilakukan dengan meniadakan izin Presiden atau menyederhanakan sistem. Pengajuan izin melalui Sekretaris Kabinet ikut memperlama proses. Presiden harus menunjukkan kemauan politik memberantas korupsi.

PT Lativi Media Karya mengajukan kredit pada Bank Mandiri pada 20 Oktober 2000 dan mendapat persetujuan pada 26 April 2001. Total perjanjian kredit sebesar Rp 361,83 miliar, tetapi yang dicairkan sebesar Rp 328,52 miliar.


http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol14941/abdul-latief-jadi-tersangka-kredit-macet-lativi

Tulisan 9 - Softskill ( Kredit Macet )



Kredit Macet Rp 1 Triliun di Bank Mandiri Mulai Disidik
 
 
TEMPO Interaktif, Jakarta:Kejaksaan Agung tengah menyelidiki dan menyidiki kasus-kasus kredit macet di Bank Mandiri yang dikucurkan sejak periode 1990-an. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi, nilai total pemberian kredit itu mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kredit macet terbesar berikan kepada sebuah perusahaan pengelola televisi swasta sebesar Rp 361 Miliar

Menurut Sudhono, untuk menyidik kasus-kasus kredit macet sebanyak 24 kasus di bank pemerintah terbesar itu, dia telah menyiapkan sepuluh tim yang bertugas menyelidiki dan menyidikinya. "Total ada 60 jaksa yang akan segera dimulai pada lima perusahaan,”katanya.

Kejaksaan mengetahui adanya penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit, talangan, dan pengambilalihan hak tagih terhadap debitur Bank Mandiri setelah berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lima perusahaan sudah diketahui penyimpangannya.

Antara lain, dua kasus kredit macet di Bank Mandiri yang melibatkan sebuah perusahaan pengelola televisi swasta PT Lativi Media Karya (LMK) dan PT CGM. Penyimpangan pemberian kredit PT APM, PT ATM, dan PT SZP.

Dihubungi secara terpisah, Corporate Bussines Development Director A Latif Corporation Harun Kussuwardhono, perusahaan yang menaungi Lativi Media Karya tidak bersedia menanggapi keterangan pers dari kejaksaan itu. "Kami no comment aja deh. Kami kan masih berusaha menyelesaikan,"katanya. Harun membantah ketika perusahaannya dikatakan terlibat kredit macet Bank Mandiri. "Kan sudah direstrukturisasi. Ini kan sudah berjalan,"ujarnya.

Dari pihak Bank Mandiri, menurut Sudhono, kejaksaan baru melakukan penyidikan terhadap yang bertanggung jawab. "Bisa jadi direksi (bank) dan group head-group head yang memberikan kredit, melakukan analisa, sampai memberikan putusan pemberian kredit bermasalah itu,"katanya. Dia menolak menyebutkan para tersangka. Sebab, kejaksaan masih bekerja di awal tahap penyelidikan.

Pengucuran kredit itu tidak saja terjadi di Bank Mandiri pusat. Namun juga di daerah. Sebab itu, kejaksaan akan memeriksa Bank Mandiri di Jakarta, Pekanbaru, dan Medan.

Kejaksaan, menurut Sudhono tengah menuntaskan kasus-kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap bank-bank yang tidak kooperatif. Selama ini, kejaksaan sudah menindaklanjuti penyidikan dengan membawa bank itu ke pengadilan. "Namun, ada juga karena kebijakan pemerintah maka dihentikan penyidikannya,"kata Sudhono. Akibatnya, dari puluhan bank yang dibantu, kini tinggal menyisakan 16 debitur yang akan dilakukan penyelidikan, penyidikan dan dibawa ke pengadilan.

Selain Bank Mandiri ada 16 bank yang tengah diteliti kejaksaan. Antara lain ; Bank Central Dagang, Bank Pelita, Bank Deka, Bank Pinaesaan, Bank Centris Internasional, Bank Indonesia Raya, Bank Intan, Bank Pesona Kriya Dana, Bank Tata, Bank Anrico, Bank Dwipa Semesta, Bank Guna Internasional, Bank Industri,Bank Pasific, dan Bank Majapahit.


http://tempo.co.id/hg/nasional/2005/04/11/brk,20050411-57,id.html

Tulisan 8 - Softskill ( Kasus Sembilan KAP )


Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya


Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. 
         
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.                    

ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.


http://lhiyagemini.blogspot.co.id/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html

Tulisan 7 - Softskill ( Kasus Lippo )

KASUS  LIPPO ( PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI )


Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %.
 Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al. (2003) lebih memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio (2005) menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi. Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri.


http://astutibhen.blogspot.co.id/2013/01/lima-contoh-kasus-pelanggaran-kode-etik.html

Tulisan 6 - Softskill ( Kasus Mulyana W. Kusuma )



Kasus Mulyana W. Kusuma

Kasus Mulyana W. Kusuma Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. 

Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka. Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.


http://ekonomiplanner.blogspot.co.id/2014/06/contoh-kasus-manajemen-keuangan.html