Sabtu, 19 April 2014

Tugas 2 - Perekonomian Indonesia

Didalam perkonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok (sering disebut sebagai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi), yakni:
Gambar
Masing-masing pelaku memiliki prioritas fungsi sebagai berikut:
Gambar


Sistem Ekonomi Free Fight Liberalism, Etatisme, dan Monopoli.
·         Free fight liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
·         Etatisme, yakni keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
·         Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’.

Dalam Perekonomian Indonesia tidak mengizinkan ke 3 hal tersebut.

Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut system ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perokonomian Indonesia. Demekian juga dengan system etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian ditahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah:
·         Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
·         Sumitro Plan tahun 1951
·          Renacana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
·         Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:
·         Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
·         Akibat lanjut dari keadaan diatas, dana Negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
·         Factor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk (system parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali cabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing cabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
 Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping keputusan individu/pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan Negara. Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957 dan etatisme, 1958-1965).
Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah terjadi di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
·         Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
·         Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek Mercu Suar.
·         Deficit anggaran Negara yang makin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
·         Keadaan tersebuat masih dipeparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar